3 SKENARIO JOKOWI, SOAL KEBIJAKAN BBM SUBSIDI
Isu mengenai rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) ramai diperbincangkan beberapa waktu belakangan ini. Pasalnya, negara memiliki kemampuan keuangan yang terbatas. Alhasil, negara tidak bisa terus menerus menanggung subsidi BBM di tengah lonjakan harga komoditas.
Itu sebabnya, pemerintah saat ini tengah berupaya untuk membahas kebijakan terbaik terkait anggaran subsidi dan kompensasi energi.
Ada tiga skenario yang disiapkan pemerintah terkait kebijakan BBM subsidi, yakni menaikkan anggaran kompensasi dan subsidi energi sehingga semakin membebani APBN, mengendalikan volume Pertalite dan Solar, atau menaikkan harga Pertalite dan Solar.
Ketiga skenario itu masih dilakukan pembahasan lebih lanjut di internal pemerintah dan bakal diserahkan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk diputuskan kebijakan yang dinilai tepat oleh Kepala Negara.
Harga BBM subsidi naik, bansos ditingkatkan
Saat ini, skenario yang menguat dan banyak disoroti adalah kenaikan harga Pertalite dan Solar. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan, jika pemerintah pada akhirnya memutuskan menaikkan harga BBM bersubsidi, maka bantuan sosial (bansos) akan ditingkatkan.
"Sehingga ini exercise-nya bagaimana bantalan yang harus disiapkan. Jadi bukan hanya terkait penyesuaian atau pembatasan, tetapi bantalan-bantalan sosial yang harus disiapkan," ujar dia di kompleks Istana Kepresidenan, Rabu (24/8/2022).
Menurut dia, pemerintah tengah menyiapkan skema bansos yang akan diberikan bagi masyarakat yang nantinya terdampak kenaikan BBM bersubdisi. Ia bilang, keputusan terkait skema bansos akan diambil sesudah rapat koordinasi dikakukan bersama kementerian di bawah koordinasinya.
"Tentu perlindungan sosialnya akan kami tebalkan. Kami sudah punya banyak sistem yang telah dilakukan selama KPC-PEN (Komite Penanganan COVID-19 Pemulihan Ekonomi Nasional. (KPC-PEN)," ungkapnya.
Di sisi lain, Airlangga menyebutkan, Pemerintah memahami bahwa penyesuaian harga BBM bersubsidi akan berdampak pada banyak hal, mulai dari sektor industri, daya beli masyarakat, hingga laju inflasi.
Ia memastikan, seluruh dampak dari skenario kenaikan harga Pertalite dan Solar sedang dikalkulasikan oleh pemerintah.
"Tentu ada dampak, baik terhadap industri, terhadap volume yang akan diserap, kemudian juga akan berpengaruh sedikit terhadap daya beli dan terhadap inflasi. Nah itu semua sedang dikalkulasi," jelas Airlangga.
Harga BBM subsidi tak naik, APBN jebol
Pada kesempatan berbeda, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, jika tidak ada kenaikan harga Pertalite dan Solar maka negara harus menambah anggaran subsidi dan kompensasi energi sebesar Rp 198 triliun.
Ia menjelaskan, saat ini anggaran subsidi dan kompensasi energi untuk 2022 dipatok sebesar Rp 502,4 triliun. Angka itu pada dasarnya sudah membengkak Rp 349,9 triliun dari anggaran semula sebesar Rp 152,1 triliun guna menahan kenaikan harga energi di masyarakat.
Namun, dengan kondisi berlanjutnya kenaikan harga minyak mentah dan pelemahan kurs rupiah, maka diperkirakan anggaran tersebut tidak akan cukup hingga akhir tahun. Terlebih, konsumsi BBM bersubsidi diperkirakan akan melampaui kuota yang ditetapkan.
"Kami perkirakan subsidi itu harus nambah lagi, bahkan bisa mencapai Rp 198 triliun, menjadi di atas 502. Jadi nambah, kalau kita tidak menaikkan (harga) BBM, kalau tidak dilakukan apa-apa, tidak ada pembatasan," ujarnya saat ditemui di Gedung DPR RI, Selasa (23/8/2022).
Dia memaparkan, anggaran subsidi dan kompensasi untuk Pertalite serta Solar akan bertambah dengan ansumsi harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) bertahan di atas US$ 100 per barrel.
Kemudian kurs rupiah berada di level Rp 14.750 per dollar AS. Serta dengan asumsi konsumsi BBM subsidi melebihi kuota.
Berdasarkan prognosa konsumi Pertalite hingga akhir tahun akan mencapai 28 juta kiloliter (KL), melampaui kuota yang ditetapkan tahun ini sebanyak 23,05 juta KL. Begitu pula dengan Solar yang dipekirakan konsumsinya mencapai 17,2 juta KL hingga akhir tahun jika tak dilakukan pembatasan. Padahal kuota yang ditetapkan untuk Solar di tahun ini hanya sebesar 14,91 juta KL.
Terkait skenario penambahan anggaran, Sri Mulyani mengatakan, pemerintah masih melakukan kalkulasi. Menurut dia, hingga saat ini pemerintah masih mengacu pada alokasi anggaran subsidi dan kompensasi energi sesuai yang ditetapkan dalam Perpres 98 Tahun 2022 sebesar Rp 502,4 triliun. Anggaran itu pula yang telah disetujui oleh DPR RI.
Bendahara negara itu mengatakan, jika memang membutuhkan penambahan, maka diperlukan pembahasan ulang terkait alokasi anggaran dalam APBN tahun ini. Pembahasan itu pun harus dilakukan pemerintah dengan DPR RI.
"Alokasinya sesuai dengan Perpres itu yang sudah disetujui oleh DPR saja, sebanyak Rp 502 triliun, makannya kalau jumlahnya melebihi itu memang harus diperlukan keputusan untuk tahun ini atau meluncur tahun depan. Kalau tahun depan kan berarti membebani APBN 2023," katanya saat ditemui di Gedung DPR RI, Rabu (24/8/2022).
Sementara itu, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Isa Rachmatawarta mengatakan, jika memang harus menambah anggaran Rp 198 triliun, selain harus meminta persetujuan DPR, pemerintah juga perlu melihat perkembangan penerimaan negara.
Menurut dia, jika penerimaan negara kembali meningkat berkat adanya windfall dari kenaikan harga komoditas seperti yang terjadi di kuartal II-2022, maka kebijakan untuk kembali menahan harga BBM bersubsidi masih mungkin dilakukan.
"Kita harus kembali minta persetujuan DPR. Apakah itu ada slotnya atau tidak, itu kita lihat perkembangan penerimaan negara," kata Isa saat ditemui di Gedung DPR RI, Rabu (23/8/2022).
"Kalau penerimaan negara kemudian bagus, naik terus, ya kita mungkin bisa saja mengambil lagi (menambah Rp 198 triliun), tapi kalau kemudian penerimaan negara landai dan sudah diperhitungkan di Rp 502 triliun, berarti nambah lagi dari mana ini?" katanya.
Masih evaluasi
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto sendiri menyatakan bahwa pihaknya masih mengevaluasi rencana penyesuaian harga BBM Pertalite hingga 1-2 hari ke depan sebelum dilaporkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Terkait evaluasi (harga BBM naik) masih sedang dilakukan dalam 1-2 hari ini. Minggu ini akan kita laporkan ke Bapak Presiden,” kata Airlangga, Rabu (24/8/2022).
Sementara Staf Khusus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Raden Pardede menambahkan, semua skenario tersebut sedang dipertimbangkan matang-matang oleh pemerintah, sehingga keputusan yang diambil diharapkan tak memberatkan masyarakat.
"Tentu nanti Bapak Presiden akan memilih yang paling optimal yang terbaik, jelas keputusan itu pasti diusahakan untuk tidak memberatkan kelompok masyarakat, apalagi kelompok masyarakat terbawah," pungkasnya.
Nah kira-kira mana yang bakal dipilih Presiden Jokowi?
Komentar
Posting Komentar